Warisan Islam

Tanggal:2017-03-29 | dilihat:4kali

Pertanyaan:

Dear Pak Yulius

Perkenalkan nama saya Ewang, kami merupakan keluarga muslim. kami 4 saudara kandung, kakak saya bernama Egar dan Devi sedangkan Ilham merupakan adik saya dan juga Adwin (paman) yang merupakan kakak dari Ayah kami yang telah meninggal. Ibu kami pun telah lama meninggal. Egar telah menikah dengan Riska namun tidak dikarunia anak. Waktu berlalu akhirnya Egar pun meninggal. Harta yang ditinggalkan oleh Egar tidak sedikit 1 unit apartemen dengan sertifikat Hak Milik dibilangan Jakarta Selatan, 4 unit ruko, 2 buah mobil, dan harta lainnya.
Yang ingin kami tanyakan apa hak-hak kami dengan kondisi seperti ini? karena Riska telah menguasai seluruh Harta yang ditinggalkan. Kami pun sudah mencoba memusyawarahkan dengan Riska untuk membaginya tetapi ia tetap berkilah bahwa seluruh harta yang ditinggalkan adalah miliknya.

Terima Kasih Pak,
Dewangga, Bandung

Jawaban:

Kami turut berduka atas meninggalnya kakak dari Pak Ewang dan terima kasih sebelumnya atas pertanyaannya.

Setelah adanya UU Pengadilan Agama hak opsi itu ditegaskan bahwa bagi mereka yang beragama Islam patuh dan tunduk pada hukum Islam, pembagian warisnya harus secara Islam dan jika timbul sengketa harus diselesaikan di Pengadilan Agama. Namun demikian dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga ditegaskan bahwa Para ahli waris dapat bersepakat atau musyawarah melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya. Perlu diketahui Kompilasi hukum Islam dilahirkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

 Sebelumnya Bapak tidak memberitahukan lebih lanjut, apa yang merupakan harta bersama, apa yang merupakan harta bawaan dan juga tidak memberitahukan berapa nilai harga dari setiap harta yang ditinggalkan tersebut secara detail, namun kami akan mencoba membantu.

Langkah pertama yang perlu kita cermati adalah apa saja yang merupakan Harta Waris. Selama masa perkawinan Alm. Pak Egar dan Ibu Riska, sekalipun hanya Alm. Pak Egar saja yang bekerja mencari nafkah dan mengumpulkan harta, namun Ibu Riska pun berhak atas setengahnya dari harta perolehan Bapak tersebut, begitu pula sebaliknya. Dan jika mau dibagi (warisan), maka yang dimaksud dengan warisan di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, adalah setengah (½) dari seluruh harta bersama yang diperoleh selama masa perkawinan Bapak dan Ibu, ditambah:

1.Harta Bawaan Alm. Pak Egar (jika ada). Ini adalah harta yang diperoleh beliau sebelum masa pernikahan dengan Ibu Riska.
2.Juga bisa jadi Alm. Pak Egar memperoleh hadiah dari seseorang, dari keluarganya atau lembaga, maka itu juga bisa dimasukkan ke dalam Harta Warisan.
3.Satu lagi adalah warisan yang diperoleh Alm. Pak Egar dari Pihak keluarganya, maka harta warisan tersebut dimasukkan kedalam kelompok Harta Warisan, yang akan dibagikan kepada semua ahli warisnya.

Hal tersebut diatas merujuk kepada Pasal 35 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan diatur tentang Harta Benda Dalam Perkawinan yang menyatakan bahwa :

1)Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
2)Harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Dan juga dijelaskan lebih lanjut berdasarkan Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa :

”Apabila  terjadi  cerai  mati,  maka  separuh  harta  bersama  menjadi  hak  pasangan  yang hidup lebih Lama.”

Harta Warisan = ½ Harta Bersama + (Harta Bawaan + Hadiah + Waris Keluarga)

Harta peninggalan sebelum menjadi harta waris terlebih dahulu harus diselesaikan masalah hutang piutang (yang meninggal), biaya pemakaman serta wasiat yang dibolehkan (bila ada) digunakan untuk keperluan  pewaris  selama  sakit  sampai  meninggalnya,  biaya  pengurusan  jenazah  (tajhiz), dan pemberian untuk kerabat.

Setelah hal-hal diatas sudah dilakukan, maka dapat dilakukan pembagian ahli waris. Dalam hukum waris Islam dikenal dengan ashabul furud yaitu orang yang mendapatkan warisan berdasarkan kadar yang telah ditentukan. Jika ahli waris yang mendapatkan ashabul furud lebih dari 1, atau ditambah ashobah, maka dilihat angka pecahan setiap ahli waris yaitu : 1/2, 1/4, 1/6, 1/8, 1/3, 2/3.

Didalam Waris Islam dikenal juga istilah ashobah yaitu orang yang mendapatkan warisan dari kelebihan harta setelah diserahkan pada ashabul furudh. Urutan ashobah dari yang paling dekat sebagai berikut:

1.Anak laki-laki;
2.Anak dari anak laki-laki (cucu);
3.Ayah;
4.Kakek;
5.Saudara laki-laki seayah dan seibu;
6.Saudara laki-laki seayah;
7.Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan seibu (keponakan);
8.Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah (keponakan);
9.Paman;
10.Anak paman (sepupu);
11.Jika tidak didapati Ashobah, baru beralih ke bekas budak yang dimerdekakan.

Dalam hukum waris Islam dikenal juga adanya tertutupnya ahli waris. Misalnya penghalang dalam waris:

1.Nenek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ibu.
2.Kakek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ayah.
3.Saudara laki-laki seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak (laki-laki atau perempuan), cucu (laki-laki atau perempuan), ayah dan kakek ke atas.
4.Saudara laki-laki seayah dan seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, dan ayah.
5.Saudara laki-laki seayah tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah dan saudara laki-laki  seayah dan seibu.
6.Seorang cucu dan saudara kandung yang tidak bisa mendapat warisan jika ada anak.
7.Paman yang tidak bisa mendapat warisan jika ada anak laki-laki, saudara/i seayah-seibu, saudara/i seayah, keponakan laki-laki, ayah, ataupun kakek dari ayah.
8.Dan sebagainya.

Maka dari itu Adwin (paman) tidak mendapatkan harta warisan tersebut karena tertutupnya ahli waris yaitu terhalang oleh Pak Ewang, Bu Devi, dan Pak Ilham selaku Saudara/i seayah-seibu dari Alm. Pak Egar. Dengan demikian yang berhak Ahli Waris dari Harta Warisan Alm. Pak Egar :

1.Pak Ewang (Saudara Laki-laki).
2.Bu Devi (Saudara Perempuan).
3.Pak Ilham (Saudara Laki-Laki).
4.Bu Riska (Istri).

Pembagian :

Bu Riska (Istri) = ¼ bagian

Berdasarkan Pasal 180 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa :

”Janda  mendapat  seperempat  bagian  bila  pewaris  tidak  meninggalkan  anak,  dan  bila  pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian.”

Setelah Harta Warisan diberikan ¼ bagian kepada Bu Riska, Sisa Harta Warisan tersebut kemudian dibagikan kepada Pak Ewang, Pak Ilham, dan Bu Devi selaku Saudara seayah dan seibu dari Alm. Pak Egar.

Berdasarkan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa :

”Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan  kandung  atau  seayah,  maka  ia  mendapat  separoh  bagian.    Bila  saudara  perempuan tersebut  bersama-sama  dengan  saudara  perempuan  kandung  atau  seayah  dua  orang  atau  lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila  saudara  perempuan  tersebut  bersama-sama  dengan  saudara  laki-laki  kandung  atau  seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.”


Sisa Harta =    2 bagian        : 2 bagian        : 1 bagian
(¾ bagian)    Saudara Laki-laki    Saudara Laki-laki    Saudara Perempuan
        Pak Ewang        Pak Ilham        Bu Devi

Sebagai ilustrasi, misalnya :
Harta Warisan Alm. Pak Egar Rp. 100.000.000,-

Bu Riska (Istri)     = Rp. 100.000.000,- x ¼ bagian
                         = Rp. 25.000.000,-

Sisa Harta         = Rp. 100.000.000 – Rp. 25.000.000
                      = Rp. 75.000.000,-

Pak Ewang         = 2 x 75.000.000 = Rp. 30.000.000,-
                                               5

Pak Ilham         = 2 x 75.000.000 = Rp. 30.000.000,-
                                              5

Bu Devi         = 1 x 75.000.000 = Rp. 15.000.000,-
                                             5

Pak Ewang, Bu Devi, Pak Ilham, maupun Bu Riska baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan apabila ada diantara ahli waris tidak menyetujui permintaan itu.

Demikian saya sampaikan, semoga penjelasan singkat tersebut dapat berguna bagi Bapak.


Salam,


Yulius